Malam itu, aku ingin bertemu dengan teman yang datang dari Ankara. Aku turun dari tramway di stasiun yang kami sepakati sebagai tempat bertemu. Terdengar lembut suara adzan menggema disekitarku. Kutatap minaret masjid dimana suara indah tersebut berasal. Minaret itu gagah berdiri dan terlihat kontras diantara bangunan kotak disekitarnya. Sekilas bentuknya menyerupai menara Kastil Neuschwanstain.
***
“Cepat Izhan, kita harus naik bus itu kalo tidak kita semua ketinggalan kereta”, kata temanku sambil menunjuk bus yang baru datang.
“Tapi kita belum sholat ashar ni!”, jawabku.
“Kita sholat ashar di bus saja seperti biasa” ia meyakinkanku dan yang lainnya.
Kami berlima tanpa ragu langsung naik bus tersebut, tetapi betapa kagetnya kami ternyata bus penuh dan ini pertanda kami harus bergelantungan sepanjang perjalanan sampai ke stasiun kereta. Tidak ada tempat duduk yang kosong dan waktu ashar sebentar lagi usai.
Akhirnya, kami putuskan sholat sambil bergelantungan di bus dengan gerakan sholat yang seminimal mungkin. Selain karena memang tak bisa melakukan gerakan yang sempurna saat berdesakan dengan penumpang lainnya kami juga mengurangi pandangan aneh di depan mata penumpang bus tersebut.
Usai sholat, kutatap menara-menara Kastil Neushwanstein dari jendela bus untuk mengabadikan momen ini bahwa aku pernah berada disini.
***
Sultan Ahmet Camii - Winter in Istanbul
Sultan Ahmet Camii – Winter in Istanbul
Angin malam musim dingin menyadarkanku kembali, kukencangkan syal agar tak ada angin yg bisa menyentuh kulitku. Pengalaman sepulang dari Kastil Neuschwanstein sungguh tak terlupakan. Selain karena indahnya kastil tersebut dengan arsitektur khas dongeng puteri dan pangeran dari Negeri Barat tetapi juga pengalaman kami untuk melaksanakan sholat selama tinggal di Jerman yang minoritas muslim.
“Alhamdulillah, disini kurasakan suasana Eropa tapi disetiap sudut kotanya mudah kutemukan tempat untuk bersujud” gumamku
Penulis : izhan fakhruzi
No comments:
Post a Comment