Membawa Secercah Pelajaran dari Negeri Dua Benua, Turki

“Kita ke stasiunnya naik apa ? Aku pingin naik bajaj, sekali-kali.. Kan di desakita gak ada bajaj !.” Kataku pada Hasan. “Naik bus saja, lebih murah dan cepat.” Jawabnya. Saya hanya terdiam, menuruti perkataannya. Selain karena inilah pertama kalinya saya ke Jakarta, juga karena saya tidak tahu apa-apa. Akhirnya kami berlarian karenabus datang di luar dugaan untuk mengantar kami ke stasiun. Dan ketika itu saya sudah merasa agak aneh dengan bus itu. Selain karena berdesak-desakan, juga karena busnya sudah agak reot. Akhirnya kami masuk dari pintu belakang bus dan benar-benar tanpa pikir panjang. Kami seperti tak menyadari bahwa baju kami digerogohi oleh tangan-tangan licik, kami benar-benar tak mengetahuinya. Dan ketika itu handphone saya ada di kantong jas depan. Dansetelah bus berjalan sebentar, sekitar 5 orang turun dari bus. Saat itulah seorang ibu berteriak “Ada yang kehilangan barangkah?” Aku menyadari sesuatu, sesuatu yang akhirnya sampai saat ini benar-benar tak kembali, handphone saya dicopet.

Cerita itu agaknya sekarang menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi saya. Bagaimana tidak ? Itulah pertama kali saya datang dari desa ke Jakarta hanya untuk menghadiri undangan interview di kedutaan besar Republik Turki yang ternyata hanya 15 menit saja. Dan mungkin itulah syarat yang harus saya lengkapi untuk bisa mendapat beasiswa Turki ini. Bukan soal handphone ataupun berlari-larian mengejar bus. Tetapisoal pengorbanan yang luar biasa. Dan dengan pengorbanan luar biasa itu akhirnya saya bisa menikmati sebuah hasil yang luar biasa pula. Saya ingin mengutip sebuah nasehat dari imam besar, Imam syafi’i rahimahullah, “Jangan pernah berkata : ‘Sudah berlalu masa para alim ulama (kita tak mungkin menyamai tingginya pencapaian mereka). Karena siapa saja yang menempuh suatu jalan, pasti dia akan sampai pada tujuan. (Sekalipun tujuan tersebut amatlah jauh dan tinggi)”. Intinya bukan tentang menjadi ulama’ atau menjadi ahli agama. Tetapitentang sebuah pencapaian, bahwa seseorang yang menempuh suatu jalan dan melaluinya dengan penuh perjuangan, maka ia akan sampai pada tujuan yang diinginkan.

Tulisan ini akan menjelaskan soal perjuangan atau pengorbanan, atau bisa juga tentang pencopetan dan kriminalitas. Let’s see, Sekarang saya sudah berada di ibukota negeri impian saya, mana lagi kalau bukan Ankara, Turki. Dan kejadian yang saya ceritakan di atas sebenarnya hanya satu contoh yang pernah saya alami sendiri sewaktu di Jakarta, yaitu kecopetan. Tetapisejauh 1 tahun lebih dari saya datang ke Ankara ini, saya tak pernah mengalami kejadian seperti yang saya alami di Jakarta tersebut. Dan inilah ibukota yang saya idam-idamkan. Tak ada kemacetan panjang, kemudian kriminalitas tak merajalela, kemiskinan tak terlalu kontras, bahkan bus maupun angkutan umum bersistem rapi dan bagus. Lalu apa hubungannya dengan Indonesia ya ?. Itu masalah kita sekarang, kenapa saya sebut masalah ? Karena kita selaku duta Indonesia,sebenarnya memiliki kewajibkan untuk mengambil secercah pelajaran yang pernah kita dapatkan disini. Bukan hanya pelajaran di dalam ruang kampus, tetapi juga pelajaran hidup dan masyarakat madani yang kita temui disini. Kita berharap dari sekarang, bahwa indonesia sebenarnya bisa untukmenjadi seperti ini. Dan itu nanti tugas kita, karena Indonesia masa depan ada di tangan generasi muda saat ini, yaitu kita.

Metro bawah tanah, kereta cepat, bus berkartu, pendidikan gratis, Universitas bagus sertamasyarakat madani itu sebenarnya bukanlah hayalan lagi bagi Indonesia. Namun, itu sekarang harusnya sudah seperti target, target yang diemban oleh generasi muda seperti kita,yang kemudian kita usahakan dengan tekad. Kembali ke petuah Imam syafi’i, kita umpamakan Turki sebagai ulama, kemudian Indonesia sebagai generasi khalaf (generasi yang datang jauh setelah ulama). Maka, tak ada kata pesimis untuk kita menyamai derajat ulama tersebut. Yaitu dengan usaha yang gigih. Karena jika Indonesia atau kita, menempuh jalan seperti Turki atau ulama maka kita akan sampai pada tujuan yang kita harapkan, yaitu menyamai mereka.

Saya ingin mengungkapkan sebuah rasa senang saya pada ibukota negeri dua benua ini. Selama setahun saya berada di Ankara saya sudah merasakan perubahan dan kemajuan yang drastis. Dari pembukaan metro bawah tanah, kemudian kereta cepat yang menghubungkan dua kota besar Turki, yaitu istanbul – Ankara. Itu hanya di bidang transportasi. Belum di bidang lain yang tentunya juga mulai berubah ke arah maju. Dan perubahan ini semua merupakan target dari pemerintah Turki, khususnya Ankara untuk masyarakatnya. Mereka menyebutnya dengan kata hizmetatau dalam arti bahasa Indonesianya pengabdian. Nah, kata pengabdian inilah yang harus kita camkan. Mengabdi untuk negeri kita, adalah berjuang dan belajar sungguh-sungguh di negeri orang ini. Dan tak ada salahnya jika kita bisa membawa oleh-oleh ke Indonesia berupa  pelajaran serta pengalaman luar biasa yang tak bisa kita dapatkan selain dari negeri dua benua ini, Turki. Semangat untuk kita semua.

Ditulis di Ankara, Ibukota negeri dua benua.

21.58 / 16-10-2014


No comments:

Post a Comment

Pages