Oleh : Abdurrahman Al Farid
“Aku ingin cintaku kepada Aisha seperti bunga-bunga makrifat di hari para orang-orang saleh (salehin) dan para nabi. Bunga-bunga makrifat yang tumbuh dari kalimat-kalimat thayibah yang akarnya menghujam ke bumi dan buahnya rimbun di langit. Bunga-bunga makrifat itu tak pernah layu, selalu mekar sepanjang musim. Bunga-bunga makrifat itu begitu indah, keindahannya hanya bisa ditangkap oleh mata batin para pecinta sejati. Bunga-bunga makrifat itu menguapkan aroma keharuman yang menyegarkan ruh, menyegarkan pikiran, jiwa dan raga. Aku ingin cintaku kepada Aisha seperti itu, paman.” (hal. 227-228)
Siapa yang tak ingat dengan kisah cinta Fahri dan Aisha yang fenomenal di ayat – ayat cinta ? Novel yang booming tahun 2004 dan sudah difilmkan pada tahun 2008. Tentunya kita sudah tak asing lagi dengan penulisnya yang sekaligus telah banyak menulis novel sejenis seperti, Ketika Cinta Bertasbih, Di Atas Sajadah Cinta, Dalam Mihrab Cinta, Pudarnya Pesona Kleopatra dan yang baru-baru ini terbit juga yaitu Api Tauhid serta masih banyak lagi. Beliau adalah Habiburrahman El Shirazy atau sering disapa Kang Abik. Terbitnya Ayat-Ayat Cinta 2 ini tak hanya membuat penggemar novel Kang Abik kaget, namun juga seperti bernostalgia kembali dengan cerita fenomenal Fahri dan Aisha 12 tahun yang lalu. Hadirnya kisah lanjutan Ayat-Ayat Cinta 1 ini sepertinya memberi jawaban pada para penggemar novel beliau karena memang masih banyak teka-teki yang belum terjawab di novel pertamanya.
Sebelum jadi novel, cerita Ayat-Ayat Cinta 2 ini sudah diterbitkan menjadi cerita bersambung di web Republika setiap hari. Setelah banyak cerita yang diterbitkan di web, novel ini baru terbit pertama pada bulan november 2015. Dan langsung bertengger di rak buku top 10 best seller sampai sekarang.
Kali ini perjalanan Fahri dimulai ketika ia sudah menjadi peneliti tamu dan sebagai tenaga pengajar pengganti di bidang filologi di University of Edinburgh. Selain sibuk di University of Edinburgh, ternyata Fahri juga memiliki toko butik AFO Boutique, mini market Agnina dan Resto halal Agnina. Bisnis tersebut merupakan bisnis Fahri dan Aisha bersama Ozan (sepupu Aisha). Tapi kini Fahri hidup tanpa Aisha, Aisha hilang bersama kawan reporternya ketika berkunjung ke Palestina. Teman reporter Aisha tewas mengenaskan di Palestina, sedang Aisha hilang tanpa kabar apapun. Walaupun hati Fahri masih sangat tertekan dengan hilangnya Aisha, tapi ia mencoba menyibukkan diri di akademik sekaligus mengurus bisnisnya. Hingga ia tenggelam dalam kesibukkannya dan mencoba sedikit demi sedikit melupakan Aisha.
Fahri tinggal di kawasan Stoneyhill Grove bersama Paman Hulusi, orang Turki yang diselamatkan Fahri dan menjadi sopir sekaligus asisten rumah tangganya. Disana ia bertetangga dengan Nyonya Janet yang memiliki dua anak remaja Keira dan Jason, ada juga Brenda dan seorang nenek yahudi bernama nenek Catarina. Dengan memiliki tentangga yang berbeda agama, Fahri sering menemukan tulisan berupa hinaan terhadap Islam bahwa Islam adalah teroris dan monster. Walau demikian, Fahri tetap menunjukan adab bertetangga yang baik sesuai ajaran Islam. Bahkan ia rela membantu apapun kepada tetangganya untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut salah besar. Seperti : Ia membiayai Jason di sekolah bola agar bisa menjadi pemain terkenal. Ia juga membiayai sekolah musik biola Keira hingga menjadi juara dunia, padahal Keira sangat membenci Fahri karena ia beranggapan Islam adalah Teroris. Fahri pun tak segan-segan membeli kembali rumah nenek Catarina yang sudah dijual oleh anak tirinya (Baruch). Tak hanya itu, kedermawanan Fahri juga terlihat ketika ia menolong tuna wisma bernama Sabina untuk tinggal di rumahnya. Juga membantu semua kebutuhan Misbah, temannya sewaktu di Mesir yang terkena masalah beasiswa.
Kegalauan Fahri pun muncul ketika Syaikh Usman, guru talaqqinya sewaktu di Mesir datang untuk menemui Fahri. Syaikh Usman menasehati Fahri untuk menikah lagi, dengan menjodohkan Fahri dengan cucunya bernama Yasmin. Sebenarnya Fahri sudah memikirkan untuk menikah lagi, selain itu juga ada perempuan lain yang memang di sekitar Fahri dan pantas dijadikan istri. Yaitu Heba, Putri dari Tuan Taher yang kenal baik dengan Fahri. Juga ada Hulya, adik Ozan atau masih sepupu Aisha. Dengan kemiripan yang dimiliki Hulya dalam segi postur tubuh, wajah dan pintar dalam memainkan biola, ia juga pantas menjadi calon istri untuk Fahri.
Di tengah kegalauannya untuk menikah lagi, ia mendapat masalah dengan Baruch dan kawannya yang mengajaknya debat tentang amalek dan isu-isu Palestina serta Islamofobia. Dan akhirnya ia harus disibukkan dengan persiapan debat tentang materi israel, yahudi dan amalek. Puncaknya ketika Fahri diundang dalam debat Oxford Debating Union yang membahas tentang isu agama. Pembicara pertama memaparkan bahwa semua agama itu sama, sedang pembicara kedua memaparkan isu atheisme dan Fahri memaparkan tentang Islam.
Lalu bagaimana kelanjutan kisah Fahri? Apakah ia berhasil menemukan Aisha atau harus menikah lagi? Bagaimana kelanjutan hubungan Fahri dengan tetangga-tetangganya yang membenci Islam dan apa yang dilakukan Fahri untuk menjadi agen muslim yang baik? Apakah Fahri bisa tampil sempurna di Oxford Debating Union?
Semuanya akan anda temukan di novel yang penuh dengan nasehat Islam dan berbobot dakwah kontemporer ini. Selain dakwah, tentunya novel ini juga akan berkisar tentang cinta. Bahwa pepatah jodoh tak akan kemana sangat pas untuk novel ini. Dan seperti novel-novel Kang Abik sebelumnya, cinta yang diceritakan Kang Abik inilah yang menurut saya merupakan definisi dari cinta sejati. Selain itu, masih banyak keunggulan lain dari novel ini, berikut ulasannya :
1. Cover
Untuk Cover terlihat sangat pas dengan setting dan latar cerita yaitu Edinburgh. Gambar cover merupakan bangunan The University of Edinburgh tempat Fahri mengajar. Walaupun sebenarnya cover tak telalu berpengaruh bagi para pecinta novel. Namun bagi saya karena cover merupakan bagian depan novel, maka harus selalu menarik pembaca agar penasaran dengan isi buku.
2. Tema
Untuk tema yang diangkat oleh Kang Abik pada novel ayat-ayat cinta 2 ini sangat relevan dengan kondisi umat Islam sekarang. Yaitu Islam sebagai agama yang damai sekaligus rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dimana umat Islam ditakuti oleh negara barat dengan isu terorismenya. Tema ini juga menyambung dengan cerita Fahri, dimana ia tinggal di negara Eropa (Edinburgh) dan hidup bertoleransi dengan tetangga yang memiliki agama berbeda, bahkan membenci Islam. Walaupun sebelumnya Kang Abik pernah mengangkat tema serupa di novelnya Bumi Cinta, namun di Ayat-Ayat Cinta 2 ini semakin berbobot dan relevan dengan keadaan sekarang.
“Jangan mengumpat begitu, paman! Kita belum tahu apa yang menjadi sebab Keira sampai sedemikian membenci kita. Apakah kita punya salah kepadanya? Apakah karena informasi tidak benar yang ia terima tentang Islam dan umat Islam? Kebencian itu tidak perlu kita sikapi dengan kebencian yang sama. Kita harus tunjukkan dengan bukti yang nyata bahwa kita jauh dari yang dia sangka.”(hal. 158)
“Dalam catatan sejarah, orang yang masuk Islam karena kelembutan budi itu jauh lebih banyak dibandingkan karena peperangan. Terbukanya kota Makkah dan berbondong-bondongnya penduduk masuknya masuk Islam itu karena halus budinya Rasulullah saw. Tidak ada adu pedang dalam penaklukan kota Mekkah yang sangat bersejarah tersebut. Itu adalah penaklukan dengan kebesaran jiwa dan akhlak Rasulullah saw.” (hal. 133)
3. Deskripsi yang Detail
Kang Abik selalu menampilkan penggambaran latar yang sempurna dalam novel-novelnya. Dan juga pada novel ayat-ayat cinta 2 ini. Penggambaran detail latar dan setting cerita baik di Edinburgh ataupun ketika di London sangat apik. Sehingga pembaca seperti dibawa ke tempat dimana cerita sedang berlangsung.
“Mobil itu memasuki Princes St. Dan bergerak ke barat. Setelah melewati Prince Mall Shopping Centre belok ke kiri memasuki Waverly Brigde yang melintasi stasiun Waverley. Mobil itu terus meluncur menuyusuri Cockburn St., melintasi The Royal Mile, lalu menyusuri A7 menuju selatan.” (hal.3)
Bahkan Kang Abik pun juga benar-benar serius ketika mendeskripsikan penampilan Fahri saat akan mengahdiri debat di Oxforn debating Union.
“Sore itu ia memakai suit atau jas, lengkap dengan waistcost atau rompi, kemeja double cuff, kemudian cufflink dan dasi. Untuk celana, ia memakai celana bahan woolblend. Dan sepatu yang ia pilih adalah jenis sepatu broque.” (hal. 560)
4. Cerita Tokoh Yang Hidup
Di setiap novelnya, Kang Abik selalu membuat tokoh-tokohnya hidup dan ada dalam kehidupan pembaca. Seperti di novel pertamanya, Fahri selalu diceritakan detail dan lengkap, walaupun di Ayat-Ayat Cinta 1 menggunakan sudut pandang aku (Fahri) dan di novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Sebagai tokoh utama, Fahri memang ditampilkan sempurna oleh Kang Abik. Aduhai, adakah sosok seperti Fahri di muka bumi ini? Bahkan terkadang saya berpikir, bahwa Fahri itu tak lain adalah Kang Abik sendiri.
Dan di novel ini saya menemukan sejenis tokoh pembantu namun keberadaannya dalam cerita sangat mempengaruhi isi cerita. Seperti Paman Hulusi yang memainkan tokoh sebagai asisten rumah tangga Fahri, selalu berbeda sikap dengan Fahri namun dengannya Fahri menjelaskan maksud dari tindakan-tindakannya. Kemudian Syaikh Usman yang masih mendampingi dan menguatkan Fahri sebagai gurunya dari Mesir. Sabina, yang diceritakan sebagai tuna wisma dan akhirnya bisa tinggal di rumah Fahri. Lalu Hulya, sepupu Aisha dan akhirnya menikah dengan Fahri dan memiliki anak bernama Umar Al Faruq. Kemudian nenek Catarina, seorang yahudi yang sering dibantu Fahri hingga meninggal. Ada juga Jason yang dibiayai sekolah bola oleh Fahri dan akhirnya menjadi pemain sepak bola yang sukses dan masuk Islam. Ada pula Keira yang dibiayai Fahri di sekolah biola hingga menjadi juara dunia. Yang tak kalah penting adalah tokoh antagonis dari novel ini yang tak lain adalah Baruch. Seorang Yahudi yang selalu berselisih dengan Fahri. Dan dari keseluruhan cerita, tokoh favorit saya bukanlah Fahri, melainkan Sabina. Yang ditampilkan begitu sederhana, sabar, taat pada agama, dan akhirnya menemukan takdir cintanya.
5. Banyak Unsur Sejarah
Yang juga tak lepas dari kelebihan novel ini adalah banyaknya unsur sejarah yang dibahas Kang Abik. Bahkan detail-detail kejadian sejarahnya begitu rapi diceritakan. Misalkan ; sejarah kelompok Yahudi ekstrem (hal. 107-110), sejarah teh twinings (hal. 160), sejarah london gazete (hal. 161), sejarah Stirling Castle (hal. 359), sejarah puasa Yahudi Tisha B’av (hal. 418), sejarah School of Divinity di University of Edinburgh (hal. 420), dan sejarah PKI (hal. 578). Saya kira unsur sejarah dalam novel ini bukan hanya pelengkap, namun merupakan unsur yang penting dan membuat novel ini menjadi sempurna.
6. Dakwah Kontemporer
Yang tentunya tak pernah luput adalah, novel ini bukan hanya sekadar karya sastra, namun merupakan media dakwah Kang Abik untuk para pembacanya. Maka banyak sekali kita temui nasehat dan dakwah Islam di novel-novel beliau. Dan untuk Ayat-Ayat Cinta 2 ini, saya menemukan beberapa permasalahan Islam kontemporer khususnya fikih yang diulas oleh Kang Abik. Yaitu ; Sikap ketika imam salah bacaan shalat (hal. 43), menjawab salam kepada non muslim (hal. 55), Perselisihan hari raya (143), Muslim yang menjual khamer di negara barat (hal. 166), Muslim miskin yang meminta-minta (hal. 174), Merebaknya perzinaan (hal. 212), Shalat jama’ ketika di perjalanan (hal. 335), Transpalantasi organ tubuh (hal. 664), dan yang paling bagus adalah sindiran untuk kemunduran umat Islam masa kini (hal. 385-390). Berikut kutipannya :
“Al Islamu mahjuubun bil muslimin. Islam tertutup oleh umat Islam. Cahaya keindahan Islam tertutupi oleh perilaku buruk umat Islam. Dan perilaku-perilaku itu sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam. Tidak juga bagian dari ajaran Islam. Akan tetapi karena mulut mereka setiap saat mengaku bahwa mereka adalah umat Islam, maka wajar jika banyak yang menganggap seperti itulah ajaran Islam. Padahal itu bukan ajaran Islam.”
“Akibatnya, jika yang dilihat adalah perilaku sebagian umat Islam yang tak terpuji itu, dan itu yang dijadikan timbangan, maka orang bisa antipati kepada Islam. Tak ayal, cahaya keindahan Islam tertutupi. Tragisnya yang menutupi cahaya itu justru perilaku pemeluknya yang tidak Islami.” (hal. 388-389)
Dan di novel ini Kang Abik melalui Fahri meminta maaf secara bijaksana dengan kondisi umat Islam masa kini, perlu diapresiasi.
“Maafkan saya dan juga umat Islam di seluruh dunia ini, karena kesalahan kami yang belum selaras dengan Islam, maka peradapan umat Islam modern ini sama sekali tidak bisa dibanggakan. Karena akhlak kami yang mungkin masih jauh dari yang diidealkan oleh tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah, maka keindahan Islam jadi kabur. Kami bukannya membuat orang seperti Anda bersimpati, justru sebaliknya kami membuat ribuan bahkan jutaan orang seperti Anda mengeryitkan dahi ketika mendengar nama Islam. Orang seperti Anda menjadi tidak tertarik memeluk Islam bukan karena ajaran Islamnya yang tidak menarik, tapi karena perilaku kami yang tidak menarik. Maaflkan kami, Prof, kami telah secara tidak sengaja menjadi penghalang cahaya indah itu.” (hal. 390)
7. Nasihat jiwa
Selain banyak sekali materi dakwah Islam, novel ini juga sarat akan nasihat dan petuah-petuah Islam yang sangat pas untuk penyucian jiwa. Banyak sekali nukilan dari nasihat ulama yang dipaparkan dalam novel ini. Dengan begitu memang sangat pas menyematkan tagline judul “sebuah novel pembangun jiwa” untuk novel Kang Abik ini.
“Ketauhilah, himmah adalah wadah taufik. Kendarailah kuda himmah, niscaya kamu akan mencapai puncak cita-citamu. Mintalah pertolongan Allah dalam setiap langkahmu, maju maupun mundur, niscaya tidak akan sia-sia jerih payah payahmu dan akan tercapai cita-citamu. Lazimkan sikap shidiq dan ikhlas, karena keduanya harus dimiliki oleh orang-orang yang memiliki keberhasilan dan keuntungan dalam perdagangan.” (hal. 27)
“JANGAN MENIPU ALLAH !”. “Kau mengerjakan amal yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya namun kau menginginkan selain Allah. Takutlah dari riya’ ! Sesungguhnya riya’ adalah syirik kecil. Dan sesungguhnya orang yang riya’ akan dipanggil di hari kiamat di hadapan para makhluk dengan empat nama : “Hai orang yang riya’! Hai orang yang mengkhianati janji! Hai orang yang larut dalam kemaksiatan! Hai orang yang merugi! Telah rusak amalmu dan hilang pahalamu. Tidak ada pahala kamu di sisi Kami. Pergilah lalu ambillah upahmu dari orang yang kau beramal karena dia, hai penipu!” (hal 141)
“Masuklah menjadi bagian dari orang-orang yang berjalan kembali menuju Allah, segera! Jangan menunggu hingga jalan itu tidak dapat dilalui, atau tidak ada lagi orang yang memberi petunjuk ke jalan itu. Tujuan itu datang ke bumi yang sempit dan pasti musnah ini bukan sekadar untuk makan, minum, bersetubuh, atau berfoya-foya semata. Perilaku seperti itu bukan yang dikehendaki oleh Allah dan diajarkan oleh Nabi-Nya yang paling mulia, Muhammad Saw.!” (hal. 146)
“Seandainya kita tidak mengenal Allah, lantas bagaimana kita dapat menyembah-Nya, memuji-Nya, dan meminta pertolongan kepada-Nya?” (hal. 147)
8. Beragam Bahasa
Yang tak ketinggalan juga, bahwa Kang Abik selalu menampilkan bahasa-bahasa asing dalam novelnya. Ketika di Ayat-ayat Cinta 1, Kang Abik menampilkan bahasa arab khas Mesir, bahasa Jerman dan Inggris. Kalau di Ayat-Ayat Cinta 2 Kang Abik lebih banyak menampilkan percakapan bahasa Turki dibandingkan bahasa inggris. Yaitu melalui percakapan antara Fahri dengan Paman Hulusi dan Fahri dengan Hulya.
9. Plot yang meliuk-liuk
Ayat-Ayat Cinta 2 ini menggunakan plot maju dan tetap menampilkan 4 hal wajib dalam penguraian plot sesuai menurut Kenny dalam bukunya How to Analyze Fiction, yaitu ; plausibilitas (plausibility), unsur rasa ingin tahu (suspense), kejutan (surprise) dan kesatupaduan (unity).
Untuk Plausibilatas, kebanyakan cerita dan plot bisa dipercaya oleh pembaca. Walaupun cerita ketika Baruch menyerang Sabina dan seperti ada faktor x yang membuat Sabina bisa selamat. Namun itu tidak terlalu membuat rancu dan mengurangi nilai plausabilitasnya.
Kalau untuk suspense, Kang Abik selalu membuat rasa penasaran yang tinggi. Apalagi ketika memasuki akhir cerita. Walaupun ada yang dari awal sangat membuat penasaran pembaca yaitu siapakah sabina sebenarnya ?
Dengan adanya suspense, maka melengkapi surprise yang dihasilkan. Pembaca seperti diajak kaget ketika memasuki bab akhir di novel ini. Itulah yang membuat saya juga sangat gregetan ketika membaca bab akhir di novel ini. Apalagi dengan akhir cerita yang begitu mengejutkan, semuanya seperti tak bisa ditebak.
Untuk unsur unity, disinilah Kang Abik benar-benar bisa meramu dari awal cerita, konlik dan penyelesaiannya. Walaupun menurut saya cerita yang beralur maju seperti ini terkesan simpel dan membosankan. Namun, dengan adanya suspense yang begitu kentara maka novel ini tak pernah jenuh dibaca.
Dengan segala kelebihan yang ada, masih sangat disayangkan kalau novel sekelas Ayat-Ayat Cinta 2 ini masih banyak tulisan yang salah ketik (typo), apalagi kesalahan nama tokoh utama Fahri berganti Fahmi. Mungkin Kang Abik masih susah move on dengan cerita Fahmi di novel Api Tauhidnya. Namun kesalahan tersebut masih bisa ditolerir mengingat ini baru cetakan pertama (november 2015) dan sama sekali tidak memberi efek berarti dalam keutuhan cerita.
Novel setebal 697 ini benar-benar layak disebut novel pembangun jiwa sesuai dengan tagline judulnya. Tak hanya itu, novel ini sekaligus sebagai revolusi mental bagi generasi muda muslim kita. Walau demikian, novel ini sangat layak untuk dibaca oleh semua kalangan, karena isi dan pesannya yang tak terbatasi umur. Mungkin karena sarat akan pesan moral tersebut, sampai sekarang novel ini masih bisa bertengger di rak top 10 buku best seller. Semoga resensi ini bermanfaat.
“Ada saat-saat manusia dihadapkan dua pilihan yang tampaknya sederhana namun sesungguhnya tidak sederhana. Bahkan jika mau, ia bisa tidak memilih keduanya dan justru memilih yang ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Ada banyak pilihan langkah dan amal. Ada yang baik dan utama sekali, ada pula yang biasa. Ada yang dosa, dan ada yang dosanya berlipat ganda.” (hal. 471)
Judul : Ayat-Ayat Cinta 2
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Republika
Tebal : 697
Terbit : November 2015
ISBN : 978-602-0822-15-0
No comments:
Post a Comment