Cause, We Can’t Go in The Same Path Tertunduk. Sambil merungkuk. Seharusnya Adis mengerjakan tugas yang sudah 2 minggu menumpuk. Belum lagi hari itu, teman sekelompoknya meminta untuk segera menyelesaikan tugas yang ia pegang. Tapi apa daya, ‘kejadian itu’ terus menumpuk dikepalanya dan terus berkembang meracuni otaknya. Tak pernah ku rasakan benci yang sesakit ini. Tak bisakah hanya berbalik pada jalur kita yang dulu?
Kemudian kembali menunduk. Ia sudah lelah menangis, memilih berdiam diri dan membenarkan posisi untuk tertidur dengan sendirinya. ***** Diluar, adzan shubuh sudah dikumandangkan setengah jam yang lalu. İa kembali bangun kesiangan. Menyegerakan mengambil wudhu kemudian sholat shubuh. Dan kemudian tidur kembali. İtulah aktifitas yang dilakukannya setiap hari setelah kejadian dua minggu yang tak juga ada penyelesainnya. Namun kali ini ia tak bisa tidur, mungkin karena sebenarnya ia tak biasa tidur sehabis hubuh. İa hanya memejamkan mata dibalut selimutnya, yang kemudian air matanya tanpa sadar jatuh kembali. “Maafkan aku.” Sedang lawan bicaranya sibuk dengan buku yang dibaca. “Maaf aku nggak bisa kontrol emosi aku.” “Nggak ada yang salah.” Tak juga matanya beranjak dari buku. “Tapi jangan diamin aku seperti ini.” “Emang aku orangnya pendiam.” “Kamu bisa bercandaan sama dia, tapi nggak sama aku.” Suaranya mulai lirih bersamaan dengan air mata yang jatuh.
“Aku nggak pernah membeda-bedakan orang. Mungkin itu hanya perasaan kamu saja.” Cobalah untuk mengerti perasaan lawan bicaramu, jawab Adis yang hanya ia simpan dalam hati. Sedang air matanya tak juga mereda. Keduanya kembali diam. Pertengkaran ini bukan hal yang pertama. Terlalu sering. Terlampau berlebihan. Tapi apa daya, yang Adis punya hanyalah Keyla. Tempat berpaling pertama dan terakhir yang Adis punya. Belum seling beberapa jam setelah perpisahan mereka dengan cara mereka mendiamkan satu sama lain, Adis kembali mencoba sms Keyla untuk bisa rujuk kembali. “Lagi sibuk?Aku pengen ngobrolin sesuatu.” Ia tahu, balasannya tetap sama “Maaf, kalau mau ngomongin masalah itu, aku nggak bisa.”balas Keyla. “Sekali aja. Kamu nggak akan pernah tau pokok permasalahannya kalau kita nggak ngomongin bareng dan nyeleseinnya.” “Aku pikir semua udah jelas” “Please tolong sekali ini aja, aku minta waktumu.” … Harus kah aku membencimu? Jangan sakiti aku lebih dari ini. Seperti biasa, Adis hanya menyimpan kalimat itu didalam batinnya, tak sanggup ia berbicara seperti itu kepada sahabatnya sendiri, Keyla. İa kembali memejamkan matanya, mencoba menghapus ingatan apa yang telah terjadi diantara mereka. Berawal dari sebuah pertengkaran biasa, dimana sikap egois Adis tak dapat dikontrol. İa tiba-tiba bersikap dingin kepada Keyla. Keyla yang selalu ramah pada setiap orang, menyadari keadaan tersebut, tapi enggan menyelesaikannya lebih dahulu. Toh, itu adalah sikap ke kanak-kanak an, yang tak perlu dipermasalahkan. Sedang sifat Adis yang tak ingin seorang pun mengambil posisinya sebagai sahabat Keyla, terus mendinginkan suasana. Sehari berlalu, tak ada juga kabar mengabar satu sama lain. Adis enggan memulai, karena terkadang ia ingin menyadarkan Keyla, bahwa kecuekan yang ia punya tak seharusnya berdosis berlebihan. Dua hari berlalu, tak ada juga yang memulai untuk mengirim kabar, atau hendak menanyakan kabar. Dengan tipe Adis yang selalu pemikir, sungguh dua hari adalah waktu yang sulit untuk bisa bangkit, apalah harus dikata, pada akhirnya ia memulai percakapan kembali. Sungguh, membuka kontak yang bertuliskan ‘Keyla weird’ menguji keegoisan Adis. “Maafkan aku. Bukan maksudku untuk membuatmu marah. Tapi ajak aku ngobrol sekali aja. Aku Cuma pengen kamu yang dulu. Jangan diamin aku kayak gini.” “Maaf, untuk kali ini aku benar benar butuh waktu sendiri, dan aku siap untuk dibenci. Kita terlalu sering bertengkar nggak jelas penyebabnya, dan aku udah capek. Jadi, aku rasa lebih baik kita berteman saja.” Adis sontak membisu membaca sms balasan Keyla. Berteman saja? Mudahkah bagi Keyla untuk melupakan kisah diantara mereka? Mudahkah baginya? Tak ada kah rasa ikatan bersama yang teringat sedikitpun? Ataukah Adis yang telah terlalu menyakiti Keyla? Ataukah semenjak awal Keyla tak pernah menyadari adanya “persahabatan” diantara mereka? Sekali lagi, mudahkah Keyla menuliskan itu untuk Adis? Taukah Keyla seberapa sakit Adis setelah membaca balasan itu? Taukah Keyla seberapa rapuh Adis setelah mengetahui itu? Taukah Keyla berapa lama Adis tak masuk sekolah dan hanya menangis sendirian didalam kamar setelah kejadian itu? Taukah Keyla? Bahwa ia adalah orang yang pergi dengan meninggalkan luka? Luka yang akan selalu dirasakan Adis setiap melihat wajah Keyla. Adis hanya tak bisa membenci, membenci orang yang pernah membuat ia ketawa, tersenyum, semangat, dan tak merasa kesepian. Adis hanya tak bisa membenci, dia lebih membiarkan dirinya dibenci oleh dirinya sendiri. Dan Adis tak akan pernah bisa membenci, itu janjinya pada dirinya sendiri. ****** “Don’t be worry, Adis. Everything’s gonna be okay.” Itu yang selalu dituliskan Adis dalam kepalanya tiap kali ia hendak bertemu dengan Keyla karena hal yang mendesak. Kali ini Adis lebih bisa mengontrol emosinya, dengan tidak membuka kembali masalah “sewaktu itu”. Tapi tetap, dalam benaknya selalu ada pertanyaan, “Mengapa kamu tega ngebiarin aku berjalan sendiri, Keyla? Apa kau telah menemukan sahabat yang lebih baik dari aku?” Hari itu, sudah lama rupanya mereka tak duduk bersebelahan. Sikap Keyla yang pendiam tak juga menyapa Adis. Entah rasa sakit yang Keyla rasakan juga belum sembuh, atau sifat pendiamnya yang semakin parah. Dan lagi, otak Adis tak juga berhenti mengusik untuk berfikiran menyapa Keyla terlebih dahulu. Hingga pada akhirnya, “Adis traktiran dong, katanya proposalnya keterima ya. Selamat yaa.” “Eh iya alhamdulillah. Makasih ya.” Jawab Adis dengan senyuman tak juga berubah sedari dulu. Sayang, seribu sayang, yang menyodorkan kata selamat itu bukan Keyla, tapi Jordi si ketua rapat pada saat itu. Yang tadinya Adis hendak menyapa dan memberitahu Keyla tentang hal itu, ternyata sudah diwakilkan oleh Jordi. Sepertinya Keyla sudah tahu, dan nggak perlu aku kasih tau lagi. ***** “Eh cui aku mau naik mobil, entar pas dibandara lagi ya aku telpon.” Adis menutup telpon, dan hendak kerumah Keyla untuk pamit. Keyla, sekali lagi maafkan aku untuk waktu yang selalu aku sita buat hal-hal yang gak penting buat kamu, maafkan aku selalu egois. Setelah ini, aku akan benar benar membuat hidup mu lebih baik. Tak ada ketakutan dalam otak Adis karena akan meninggalkan kota dan keluarganya, yang hanya dipikirannya bagaimana ia bisa meninggalkan kenangan manis bersama Keyla. “Yah, kerumah Keyla dulu ya bentar. Kemarin lupa ngasih sesuatu.” “Bukannya kamu tau jadwal Keyla, kalau jam segini dia ada les? Kenapa nggak langsung ketempat lesnya aja?” tanya Ayahnya sambil melihat kertas yang pernah digantung Adis dikaca mobil. Tulisannya hanya satu kalimat, Jangan ganggu Keyla setiap jam 7-10 malam! “Nggak Yah, entar Keyla keganggu.” Dan Adis pun mengalihkan pandangannya ke handphone, dia hanya tak ingin ayahnya menanyakan sesuatu yang membuat ia teringat akan masa lalunya dengan Keyla. “Assalamualaikum bunda, maaf ganggu malam-malam. Saya mau ngasih ini ke Keyla. Sekalian mau pamit, insya Allah saya mau keluar kota buat waktu jangka panjang, jadi maaf ya bunda kalau saya banyak salah dan suka main disini.” Seketika ibunda Keyla memeluk Adis. Dia telah menganggap Adis adalah anaknya sendiri. Mengingat dia hanya mempunyai Keyla sebagai anak pertama dan terakhir. “Baik-baik ya kamu dikota orang. Sering sering pulang dan main kesini. Maafin bunda dan Keyla juga banyak salah. Hati-hati ya. Semoga Allah menjaga Adis selalu. Selalu percaya ya, bahwa Bunda dan Keyla tak akan pernah melupakan Adis.” Adis membisu. Dan kemudian melepas pelukan ibunda Keyla. “Iya bunda. Maaf, Adis sepertinya sudah terlambat. Dada bunda.” Senyumnya kemudian berbalik menutup pagar rumah Keyla. Keyla, mungkinkah kita bisa bertemu lagi? Kalaupun ia, apakah kamu masih akan mendiamiku? Segeranya ia mengusap air matanya dan berlari ke arah mobil. ***** Dear Keyla weird, sahabat yang tak akan aku lupakan sepanjang apapun. Haiii, kamu apa kabar? Lama tak sapa dan saling bercandaan bersama. Semoga Allah selalu menjaga kamu dan keluarga kamu ya. Aku pamit ya Key. Kamu juga tau kalau aku keluar kota untuk waktu yang lumayan panjang. Entah pada masa mendatang nanti, apakah kita akan bisa mengingat satu sama lain? :’) Key, ingat kan aku selalu minta kamu nginap setiap bulan dirumahku? Kita nonton bareng, makan pop-corn bareng, tidur sampai larut malam, dan ngobrolin yang gak jelas sampai tengah malam. Key, inget kan aku selalu minta kamu buat nemenin aku, itu karena aku selalu ngerasa aku sendirian. Banyak teman disekitar aku, tapi kamu berbeda dengan mereka. Kamu yang selalu buat aku nyaman, tapi rupanya aku adalah pengusik bagimu. Key, seharusnya kamu bilang sejak awal, kalau aku adalah pengusikmu, sehingga kita tak perlu berjalan bersama sejauh ini. Key, seharusnya kau menolak aku untuk masuk dalam kehidupanmu, sehingga aku tak menyakitimu sesakit ini. Maafkan aku Key, jika aku yang memaksa kamu untuk bisa masuk kedalam duniamu. Key, aku tau kamu banyak teman. Sahabatmu tak hanya satu, tapi dua, tiga. Key, apa aku termasuk dari bagian mereka? Kalau iya, aku dalam urutan keberapa? Heheee. Key, semalam aku bermimpi. Kamu tidak lagi menyebut aku sebagai ‘sahabat’mu, tapi sebagai ‘teman’mu. Sedang dalam mimpi itu, ada seseorang yang kau sebut ia dengan kata ‘sahabat’, bukan sekedar ‘teman’. Apa mimpi itu benar ada dalam kehidupan nyata Key? Aku tau, setelah pertengkaran kita kemarin, kita semakin menjauh, gak ada sapa menyapa atau sebagainya. Key, terlalu sakitkah aku pernah menyakitimu? Bolehkah aku tau seberapa dalam itu? Bisakah aku mengobatinya? Dan jujur Key, aku nggak bisa hidup dengan kebersalahan. Ya. Pokok permasalahan kita sebenarnya kecil. Hanya karena aku sedang marah dengan anak-anak di rapat, dan aku pengen ada orang disampingku dan nenangin emosi aku. Dan aku berharap kamu bisa ngelakuin hal itu. Tapi, ternyata kamu lebih berpihak pada mereka dan melanjutkan candaan nggak penting bersama mereka. Disitu aku merasa sendirian, Key. Kamu juga tak ujung bilang maaf ke aku setelah itu. Key, kadang kita berfikir bahwa kita tidak melakukan kesalahan, tapi sebenarnya dengan pemikiran itu, kita nggak pernah tau kalau kita melakukan sesuatu yang salah dan telah melukai perasaan orang lain. Dan kamu juga tak ujung nelpon atau ngasih kabar ke aku. Aku tau kamu cuek, Key. Tapi apakah kamu akan kehilangan sesuatu dengan kamu hanya nanya kabar ke aku? Lalu, kenapa kamu tak sekadar tanya kabar aku? Karena gengsi? Suatu saat, kamu akan menyadari Key, kamu mungkin akan kehilangan sesuatu dengan ke gengsian mu itu. Tapi tetap Key, pada saat itu aku yang salah. Seperti yang pernah kamu bilang, aku terlalu sensitif, ke kanak-kanak an, dan selalu membesar-besar kan masalah kecil. Dan aku minta maaf, karena aku baru sadar, sebenarnya aku sendiri yang memulai semua permasalahan ini. Iya, kamu benar, ini nggak sekali kita bertengkar, rupanya kamu terlalu lelah berurusan dengan sifat-sifat burukku. Dan memilih untuk menjauhiku. Awalnya aku nggak siap, Key. Aku nyaris kehilangan diriku sendiri. Key, kamu tau aku cuma punya kamu. Aku selalu cerita tentang kehidupanku ke kamu, tapi aku sadar, itu tidak berlaku untukmu. Aku bukanlah orang pertama yang mendengar cerita dan rintihanmu. Entah karena aku bukan pendengar yang baik bagimu, atau kau tak percaya padaku? Key, aku ngerasa aku kehilangan kamu yang dulu. Apa dari awal kau sudah seperti itu, tapi aku yang juga tak sadar? Tapi Key, dengan kebersamaan kita yang singkat, dan juga aku tak menyangka akan berakhir seperti ini, aku banyak belajar dari kamu. Kamu bisa perfect disegala hal. Aku pun terdorong untuk bisa menjadi sepertimu. Key, aku bangga pernah memiliki sahabat seperti kamu. Key, aku pergi bukan karena inginku. Tapi keinginan otakku. Karena dia selalu mengusikku setiap malam. Dia mengusikku dengan kalimat kalimat untuk bisa membencimu. Dia mengusikku agar aku dapat menjauh darimu. Dan setelah aku bersedih lama, aku memutuskan untuk bangun dengan cara ini. Aku mengajukan proposal projek ke beberapa kota dan negara. Dan alhamdulillah, ada beberapa yang keterima dan tidak. Dari sekian yang keterima, aku memilih Brazil. Sebenarnya aku tidak keluar kota, tapi ke sebuah negara. Karena, semakin jauh kita berpisah, semakin aku dapat melupakanmu. Cause, we can’t go in the same path. Rupanya aku sudah tercebur terlalu dalam kedalam duniamu, hingga sulit hidup tanpa mu. Hingga aku memutuskan hal itu. Key, sekali lagi maafin aku ya untuk semua yang aku lakuin. Baik itu disengaja ataupun enggak. Maaf atas sikap dan kalimatku yang tak juga berubah dan selalu menyakiti hati. Maaf untuk waktumu yang selalu aku sita hanya karena ke egoisan ku. Maaf yang tak terhingga ya, Key. Terimakasih telah menjadi tinta berwarna yang ada dibuku kehidupanku, terimakasih telah menjadi sahabat yang luar biasa, yang selalu mensupport dan ada buat aku kapanpun dan dimanapun. İni ada sepuluh kado. Satu kado untuk satu tahun. Jika kita diijinkan bertemu kembali dalam 10 tahun yang akan datang, aku akan berikan kado lagi untuk 10 tahun kedepannya. Jadi, sehat-sehat ya, jangan sakit, biar aku bisa ngasih kado lagi nanti hehe. Kamu boleh sobek tulisan ini atau ngasih kadonya ke orang lain kok. Jadi jangan jadikan ini beban yang baru buat kamu. Sampai jumpa Keyla. Adis, teman yang pernah kau panggil dengan kata sahabat. ***** Jadi gini Dis cara kamu ninggalin aku? Ucap Keyla setelah mambaca surat dari Adis. İa pun sudah tak ada tenaga untuk berkata, apalagi nangis. İa hanya menatap kosong pada fotonya yang berdua dengan Adis. ***** -10 tahun kemudian, di halaman awal buku yang diterbitin Keyla- Hai Adis, bagaimana kabarmu? Maaf ya aku terlalu menyakitimu. İya kamu benar, aku kehilangan sesuatu dengan kegengsian ku sendiri. Aku kehilangan kamu, Dis. İtu seburuk-buruk kehilangan yang pernah aku rasakan. Aku sama seperti kamu, Dis. Atau bahkan sakit yang kamu rasakan lebih sakit? Aku mencoba lebih cuek setelah kepergianmu, Dis. Aku pun akhirnya tak bisa bertahan lama dikota yang pernah kita lalui bersama. Sama seperti kamu, aku hanya ingin membuang kenangan manis kita. Tapi rupanya, sampai kapanpun itu tak akan pernah bisa. Mau lari sejauh manapun, tetap nggak bisa terlupakan kenangan kita. Apakah itu berlaku juga dengan mu? Apa kau sudah menemukan sahabat yang jauh baiknya dari aku? Atau kamu telah berhasil membenciku? Adis, terlalu banyak dan panjang kisah yang ingin aku ceritakan. Akankah kita bisa bertemu kembali? Aku tunggu janjimu untuk ngasih kado ke aku. Keyla, yang patut dibenci Adis. ***** -10 tahun kemudian, dibuku diary Adis- Haii juga Keyla, bagaimana juga kabar kamu? Semua sudah terlampau jauh. Tapi aku juga belum bisa melupakanmu. Maaf, aku nggak bisa menepati janjiku untuk bisa ngasih 10 kado untuk ulang tahunmu 10 tahun kedepan. Jaga baik-baik dirimu. Adis, yang selalu merindukan Keyla. İa coba memejamkan mata mengingat memori yang masih tersimpan tentang Keyla. Bagaimana awal pertemuan mereka, bagaimana canda tawa mereka bersama, bagaimana mereka satu sama lain saling membuat khawatir, hingga ke titik dimana pertengkaran terakhir mereka terjadi dan kemudian ia pergi kerumah Keyla untuk terakhir kalinya. Terasa masih menyesakkan. Terlalu indah hanya untuk dikenang.Tapi apa boleh dikata, dengan berjalan di jalur yang berbeda sepertinya lebih baik buat kita berdua. Biar tak akan ada lagi yang merasa tersakiti maupun menyakiti. Pikirnya sambil membuka matanya perlahan.
No comments:
Post a Comment