“Treng-treng, treng-treng...” Terdengar suara alarm dari handphone.
Diki membuka matanya, mengambil handphone yang dia letakan di atas meja semalam, sebelum ia tidur. Waktu
menunjukkan pukul 05.25. Diki merasa masih mengantuk, semalam ia tidur pukul
01.30 karena harus mengerjakan tugas organisasi. “Ya Allah, masih ngantuuuk,
hoooaaaam”,
ucapnya sembari menguap. Akhirnya ia duduk dari sofanya, Diki memang lebih suka
tidur di atas sofa dibandingkan di atas kasur. Dengan muka kusut dan rambut
acak-acakan ia berjalan ke wastafel, seperti kebiasaannya ia berkaca
memperhatikan mukanya menengok ke kanan dan ke kiri baru kemudian mencuci
tangan dan berwudu. Dia salat subuh dan melanjutkan tidurnya
yang indah.
Matahari mulai muncul, cahayanya memberikan kehangatan,
orang–orang
memulai aktivitasnya masing–masing. Begitu juga dengan Diki yang
masih terlelap dengan 2/3 badan yang terselimuti. “Hah! Jam berapa ini?” Diki tiba-tiba terhentak
dari tidurnya, ia meraih handphone melirik jam “Yah, udah jam 9”, sesalnya. Diki lupa
menyetel alarm, hari ini anak yang hobinya tidur itu hari ini memiliki kelas. “Ya, Cuma tinggal 45 menit lagi”, ungkapnya sambil bangun
dari sofa. Ia bergegas mengambil handuk dan mandi. Hari ini terhitung memasuki
musim semi cuacanya pun hangat, tetapi Diki selalu mandi menggunakan air
hangat, jika tak ada air hangat ia tak mandi. Diki adalah seorang mahasiswa
jurusan ilmu komputer di salah satu kota di Turki.
Erzurum adalah kota tempat di mana Diki tinggal dan
kuliah, dan termasuk kota yang lebih dingin dibanding kota lain di Turki, jadi
wajar saja jika Diki selalu mandi dengan air hangat. “Geeerrrr, dingin” ucapnya sambil berlari dari
kamar mandi ke kamarnya. Selalu kedinginan setelah mandi, itulah yang dirasakan
Diki. “Wiiiingg”, suara hairdryer
dihidupkan. Bergegas Diki mengeringkan rambutnya, rambut Diki lumayan panjang
dan tebal jadi butuh waktu yang lama untuk mengeringkannya jika tidak memakai hairdryer.
Setelah kering ia menyisir rambutnya ke sebelah kiri.
Diki telah siap berangkat ke kampus hari ini,
rambutnya tersisir rapi, ia selalu memakai lotion agar kulitnya tidak
terlalu kering. Wajar saja kulit Diki masih belum terbiasa dengan cuaca di
Turki meskipun ia telah 2 tahun tinggal di negeri dua benua itu. Buku-buku telah disiapkannya
di dalam tas, ia tinggal hanya berangkat.
Diki mengambil tasnya kemudian duduk di atas sofa.
Seharusnya Diki pergi ke kampus tetapi ia hanya duduk diam, seperti ada sesuatu
dalam dirinya, sesuatu yang ia pikirkan. Dia diam termenung seperti ada sesuatu
yang tiba–tiba
menghampiri pikirannya dan membuatnya tak sadar.
Pandangannya melihat ke depan namun tatapannya kosong.
“Ya Allah, kok tiba–tiba jadi gak mood gini sih”, ucapnya sambil menyandarkan punggung ke sofa,
pandangannya tak lagi kosong, ia melihat ke atas beberapa saat kemudian melihat
ke sekelilingnya, saat ini Diki seperti orang yang bingung.
“Kenapa perasaan ini tiba–tiba muncul? Rumah, ayah, ibu, keluarga.
Aku rindu semuanya”. Ternyata perasaan rindu lah yang membuat Diki seolah tak
berdaya, terjebak dalam memori, kenangan dan cinta. Diki mencoba menghayati
memori itu, momen–momen
bersama orang yang disayang, orang yang dicinta, dia masih duduk di sana, sesekali dia
tersenyum, bahkan air mata mengalir membasahi ke pipinya.
“Aku hanya rindu, ya hanya rindu
mereka”,
Diki mengusap air matanya mengambil handphone dan memutuskan untuk menghubungi Ibu
dan keluarganya di rumah. Kesedihan pun berubah, senyum tersimpul di pipi Diki
ketika melakukan video call dengan orang yang ia rindukan. Rindu yang
membuat dirinya lemah sebelumnya kini membuatnya bersemangat kembali, rindu
yang sebelumnya menghasilkan dampak negatif kini berubah 180 derajat.
Rindu Diki kini telah terobati, ia tak lagi seperti
orang yang kehilangan arah, ia telah menguatkan tujuan dan niat awal dia di
Turki, ternyata melakukan video call dengan orang yang dirindukan
membuatnya kembali bangkit dan bersemangat, seolah–olah Diki telah mengikuti acara
motivasi. Pikiran Diki kembali tenang, ia memutuskan untuk berangkat ke kampus
meskipun ia melewatkan pelajaran jam pertama. Senyumannya
melengkapi kebahagiaannya hari ini.
Rindu dapat membuat seseorang jatuh atau malah bangkit.oleh: Mahardhika M.
No comments:
Post a Comment